Jumat, 19 Juni 2015

Filsafat abad pertengahan



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Abad pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran Eropa yang berkembang pada abad tersebut, dan menjadikan suatu kendala yang  disesuaikan dengan ajaran agama. Dalam agama kristen,pada abad pertengahan, tentu saja ada kecerdasan logis yang mendukung iman religius. Namun iman sama sekali tidak disamakan dengan mistisisme.
Dalam sejarah filsafat ada saat – saat yang dianggap penting sebagai patokan suatu era (zaman), karena selain memiliki zaman atau khas, yaitu suatu aliran filsafat bisa meninggalkan pengaruh yang sangat bersejarah pada peradaban manusia. Pada awal abad ke-6 filsafat berhenti untuk waktu yang lama. Segala perkembangan ilmu pada waktu itu terhambat. Hal ini disebabkan karena abad ke-6 dan ke-7 adalah abad – abad yang kacau. Karena pada waktu itu adanya perpindahan bangsa – bangsa yang masih belum beradab terhadap kerajaan romawi, sampai kerajaan tersebut runtuh, runtuh pula lah peradaban romawi, baik itu yang bukan umat kristiani maupun peradaban kristiani yang dibangun pada abad ke-5 terakhir . pada perkembangan peradaban yang kacau ini, mungkin ada yang berkembang pada peradaban yang baru pada pemerintahan Karel Agung (742 – 814), yang memerintah pada awal abad pertengahan, di Eropa mungkin ada ketenangan dibidang politik. Pada waktu itulah kebudayaan mulai bangkit, dan bangkitlah ilmu pengetahuan dan kesenian. Juga filsafat mulai diperhatikan.
Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan pemikiran dunia kuno. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah – tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa Barat, filsafat yang baru ini disebut Skolastik.
Filsafat barat abad pertengahan ( 476-1492 M ) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi  terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama ajaran gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama ( teologi ) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran ( inkuisisi ).

B.    Rumusan Masalah 
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana pemikiran filsafat masa Skolastik dan Abad Pertengahan ?
  2. Bagaimana ciri – ciri pemikiran filsafat masa pertengahan ?  

C.   Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.             Untuk menambah wawasan tentang Filasafat Barat Abad Pertengahan.
2.             Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat umum.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Filsafat Abad Pertengahan
Sejarah filsafat abad pertengahan dimulai kira – kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal abad pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.[1]
Pada masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa, sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode Abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan.[2]  
Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.

B.       Ciri Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama kristen dan filsafat dilihat secara menyeluruh, filsafat abad pertengahan memang merupakan filsafat kristiani. Oleh karena itu kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.[3]
Agama kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.
    Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua :[4]
  1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak mengakui wahyu.
  2. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu akal dapat dibantu oleh wahyu.’

C.    Periode – Periode pada Abad Pertengahan
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu zaman Patristik dan Zaman Skolastik.
1.      Zaman Patristik
Patristik berasal dari kata Patres (bentuk jamak dari pater) yang berarti bapak – bapak, yang dimaksudkan adalah para Pujangga Gereja dan tokoh – tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekistenan.[5] Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan. Masa Patristik dibagi atas Patristik Yunani (patristik timur) dan Patristik Latin (patristik barat).
Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160 -222),Justinus, Clemens adri Alexandria (150-251), Origenes (185-254),Gregorius dari Nazianza (330-390) Basilus Agung  (330-379), Gregrius dari Nyssa (335-394),Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius,Hyeronimus dan Agustinus (354-430).
Tertulllianus,Justinus,Clemens dari Alexandria, dan Origenes adalah pemikir – pemikir pada masa awal Patristik. Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung,Gregorius dari Nyssa,Dionysius Areopagita, dan Johanes Damascenus dalah tokoh – tokoh pada masa Patristik Yunani. Sedangkan ambrosius,Hyeronimus, dan Agustinus adalah pemikir – pemikir yang menandai masa keemasan Patristik Latin.
Agustinus adalah seorang Pujangga gereja dan filsuf besar. Setelah melewati kehidupan masa muda yang hedonistis, agustinus kemudian memeluk agama Kristen dan menciptakan sebuah tradisi filsafat kristen yang berpengaruh besar apada abad pertengahan.
Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran yang meragukan kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti bahwa ada kebenaran. Menurut Agustinus Allah menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinos), artinya dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan bahan.[6]
Filsafat Patristik mengalami kemunduran sejak abad V hingga abad VII. Di Barat dan Timur tokoh – tokoh dan pemikir – pemikir baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.

2.      Zaman Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh Patristik adalah pribadi – pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk apad pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah kerajaan dan sekolah katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo – ordo biarawan.
Filsafat mereka disebut Skolastik (dari kata Latin “Scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah – sekolah, biara dan universitas – universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.
Tokoh – tokoh terpenting masa Skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotes Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205 – 1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308),Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).
  1. Anselmus
Anselmus mengemukakan semboyan “Credo ut Intelligam” yang artinya  “ aku percaya agar aku mengerti”. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filasafat. Dalam menjelaskan kedatangan dan kematian kristus, Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia . hal ini merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi.

  1. Peter Abelardus
Peter Abelardus dianggap membuka kembali kebebasan berpikir dengan semboyannya “intelligo ut credom” (saya paham supaya saya percaya). Pemikiran Abelardus yang bercorak nominalismei ditentang oleh gereja karena mengritik kuasa  rohani gereja. Dalam ajaran mengenai etika, Abelardus beranngapa bahwa ukuran etika ialah hukum kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal manusia sebagai pengukur dan penilai iman.

  1. Thomas Aquinas
Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan wahyu. Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi oleh Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori Aristoteles oleh aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aquinas pria dan wanita memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama.
“Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap otoritas gereja. Bagi Occam “ bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal yang menyerang segala ikrar keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia sekali – kali tidak bisa memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan dalam al-kitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus dipishkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun mendapat suaka dari Raja Louis IV.
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap :
1.      Periode Skolastik Awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran. Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan “Nominalisme”  sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12  ada pemikiran teoritis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.

2.      Periode puncak perkembangan Skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan Skolastik dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran abad pertengahan . Aristoteles diakui sebagai sang filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima,keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas – universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh – tokohnya adalah Yohanes fidanza (1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini dinamakan Summa (keseluruha).

3.       Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14 – 15 )
Periode Skolastik akhir abad ke-14 – 15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah – masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

D.    Perkembangan filsafat Abad Pertengahan
 Abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani Klasik ke bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa Latin. Karangan para filsuf islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astronomi ( Al-Khawarizmi), kedokteran (Ibn Sina), karya – karya Al-Farabi, Al-Kindi,Al-Ghazali.
  1. Al-Kindi
Nama Al-Kindi adalah sebutan pada suatu suku yang menjadi asal cikal bakalnya yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolongmemiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.[7]
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabban bin Imron bin Isma’il al asy’ad bin Qays al – kindi.lahir pada tahun 185 H (8021 M) di Kuffah. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Ar-rassyid dari Bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Pada masa kecilnya aL-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan Khlifah Harun Ar-Rassyid yang terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim. Ilmu Pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan. Pada masa pemerintahan Ar-rassyid sempat didirikan lembaga yang disebut Bayt Al-hikmah (Balai Ilmu Pengetahuan). Pada waktu Al-Kindi berusia 9 tahun Ar-Rassyid wafat dan pemerintahan diambil oleh putranya Al-Amin  yang tidak melanjutkan usaha ayahnya Ar-Rassyid untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H  (813 H) kemudian saudaranya al-Makmun menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H) ilmu pengetahuan berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masa pemerintahan Al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu – ilmu keislaman dan ilmu – ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah Al-Kindi menjadi sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab – kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap pikiran – pikiran pada filosuf Yunani. Al-Kindi mendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa  guru – gurunya tiak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyelsaikan pendidikannya di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat. Ia banyak menguasai berbagai macam ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat,ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi dan lain – lain. Pendeknya ilmu – ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari dan sekurang – kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku – buku Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Suryani inilah Al- Kindi menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.[8]
Karya Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah – makalah. Tapi amat banyak karangan – karangan al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan kecermatannya dalam memberikan batasan – batasan makna istilah – istilah yang digunakan dalam terminologi ilmu filsafat.[9]
Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat – pendapat Aristoteles, dalam psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia mengambil pendapat – pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadian Al-Kindi sebagai filosuf muslim tetap bertahan. Tidak sesuai dengan apa yang dikatakan orang – orang.

  1. Al-Razi
Nama Latin Al-Razi ada;ah Abu Bakar Muhammad Zakaria bin yahya Al-razi, ia lahir di Rayy pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain musik (kecapi). Kemudian, ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen -  eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu, ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran (obat-obatan) tak heran jika di kota kelahirannya ia dikenal dokter sehingga karena reputasinya dibidang kedokteran ini, Al-razi pernah diangkat menjadi kepala rumah sakit. Kemasyhuran Al-razi sebagai seorang dokter tidak saja di Dunia Timur tapi juga di Barat, ia kadang – kadang dijuluki The Arabic Galen. Setelah khalifah Al-Muktafi wafat, Al-Razi kembali ke Rayy dan kemdian ia berpindah – pindah dari satu negeri  ke negeri lain. Meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M sampai beliau meninggal sakit butanya belum dapat disembuhkan.[10]

  1.  Al-Farabi
Al-farabi mempunyai nama Latin, Abu Nashr Ibn Audgh Ibn Thorban Al-farabi, sebenarnya nama ini diambil dari nama kota. Beliau lahir di Transoxia, pada tahun 874 M (260 H) di wilayah Wasij di Turki. Ayahnya adalah seorang tentara yang miskin, tetapi semua itu tidak mengahalanginya untuk menimba ilmu di Baghdad.
Al-farabi terdidik dengan sifat qanaah (sederhana). Sifat itu menjadikan beliau seorang yang amat sederhana, tidak gila akan harta dan tidak cinta dunia. Beliau lebih menumpukkan perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 950 M (339 M).
Meskipun beliau zuhud namun beliau bukanlah seorang sufi. Beliau merupakan seorang ilmuan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia berkemampuan menguasai berbagai bahasa. Selain itu dia juga merupakan seorang pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain musik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat musik yang dikenal sebagai gambus.
Bukan hanya itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam bidang perubatan, sains,matematik,dan sejarah. Namaun, ketrampilannya sebagai seorang ilmuan yang terulung lebih dalam bidang falsafah. Bahakan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falasafah islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah – sekolah dan perekrutan guru dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas  (liberal art) yang dibagi menjadi dua :
1.        Gramatika, retorikadan dialektika (trivium)
2.        Aritmatiak,geometri,astronomi dan musik (quadrivium).
Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku – buku suci.
            Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan barat dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat Skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban kristen. Peradaban kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, banguna bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja.
            Filsafat Yunani telah mencapai kejayaannya sehingga melahirkan peradaban Yunani dan menjadikan titik tolak peradaban manusia di dunia. Filsafat Yunani telah menyebar dan mempengaruhi di berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi, karena Romawi merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Bangsa Romawi yang semula beragama kristen dan kemudian kemasukan filsafat merupakan suatu formulasi baru yaitu agama berintegrasi dengan filsafat, sehingga muncullah filsafat Eropa yang tak lain penjelmaan dari filsafat Yunani.
            Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang karena semuanya diatur oleh doktrin – doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat pemikiran – pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati.  [11] 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Filsafat Barat abad pertengahan  (476-1492 M) bisa dikatakan sebagai abad kegelapan karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktrin – doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat pemikiran – pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati. 
Secara garis besar filsafat abad petengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu : periode Scholastik Islam dan Periode Scholastik kristen. Pada scholastik islam-lah yang pertama mengenal filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang – orang Barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles.
Para ahli pikir islam (scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lain – lain. Mereka itulah yang memberi sumbangan sangat besar bagi para filosof Eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato dan Al-Qur’an adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa Eropa tidak mengakui atas peranan ahli pikir islam yang mengantarkan kemodernan bangsa Barat.










DAFTAR PUSTAKA

Bertens, 2010, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta, Kansius
Bakry,H. 1991.Disekitar Filsafat Skolastik Kristen,Jakarta:Firdaus
Hanafi,A.1983.Filsafat Skolastik.Jakarta:Pustaka Alhusna
Maksum,Ali.2010.Pengantar Filsafat.Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Mustansyir,Rizal.2009.Filsafat Ilmu.Yogyakarta:Pustaka Belajar Offset.







 [1] Ali Maksum, Pengantar filsafat,(Jigjakarta : Ar Ruzz Media,2010),hlm.99
 [2] Ibid hal 101
 [3] Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, (Yogyakarta, Kanisius;2004),hlm.102
 [4] Rizal Mustansyir,Filsafat Umum, ( Yogyakarta:Pustaka Belajar,2009 ) cet.9, hlm.66
 [5] Surajiyo,Ilmu filsafat Suatu Pengantar. (Jakarta:Bumi Aksara,2005) cet I,hlm.157
 [6] Surajiyo,Ilmu filsafat Suatu Pengantar. (Jakarta:Bumi Aksara,2005) cet I,hlm.157
 [7] Sirajudin Zar,Filsafat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2007,hal 113
 [8] Ibid, hal 114
 [9] Ibid, hal 116
 [10] Hasyimsyah Nasution,Filsafat Islam,Jakarta, Gaya Media Pratama,1999,hal 26
 [11] Ibid ,hal 26-27

Menajemen pendidikan Islam