BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Abad pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas akan
pemikiran Eropa yang berkembang pada abad tersebut, dan menjadikan suatu
kendala yang disesuaikan dengan ajaran
agama. Dalam agama kristen,pada abad pertengahan, tentu saja ada kecerdasan
logis yang mendukung iman religius. Namun iman sama sekali tidak disamakan
dengan mistisisme.
Dalam sejarah filsafat ada saat – saat yang dianggap penting
sebagai patokan suatu era (zaman), karena selain memiliki zaman atau khas,
yaitu suatu aliran filsafat bisa meninggalkan pengaruh yang sangat bersejarah
pada peradaban manusia. Pada awal abad ke-6 filsafat berhenti untuk waktu yang
lama. Segala perkembangan ilmu pada waktu itu terhambat. Hal ini disebabkan
karena abad ke-6 dan ke-7 adalah abad – abad yang kacau. Karena pada waktu itu
adanya perpindahan bangsa – bangsa yang masih belum beradab terhadap kerajaan
romawi, sampai kerajaan tersebut runtuh, runtuh pula lah peradaban romawi, baik
itu yang bukan umat kristiani maupun peradaban kristiani yang dibangun pada
abad ke-5 terakhir . pada perkembangan peradaban yang kacau ini, mungkin ada
yang berkembang pada peradaban yang baru pada pemerintahan Karel Agung (742 –
814), yang memerintah pada awal abad pertengahan, di Eropa mungkin ada
ketenangan dibidang politik. Pada waktu itulah kebudayaan mulai bangkit, dan
bangkitlah ilmu pengetahuan dan kesenian. Juga filsafat mulai diperhatikan.
Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang
berbeda sekali dengan pemikiran dunia kuno. Filsafat abad pertengahan
menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah – tengah suatu perkumpulan bangsa
yang baru, yaitu bangsa Eropa Barat, filsafat yang baru ini disebut Skolastik.
Filsafat barat abad pertengahan ( 476-1492 M ) juga dapat dikatakan sebagai
abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan
gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki
kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli
pikir saat itu juga tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi terdapat
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama ajaran gereja. Siapa pun
orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja
melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap
agama. Karena itu, kajian terhadap agama ( teologi ) yang tidak berdasarkan
ketentuan gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan
penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada juga
yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian
diadakan pengejaran ( inkuisisi ).
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
- Bagaimana pemikiran filsafat masa Skolastik dan Abad Pertengahan ?
- Bagaimana ciri – ciri pemikiran filsafat masa pertengahan ?
C.
Tujuan Masalah
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.
Untuk menambah wawasan tentang Filasafat Barat Abad
Pertengahan.
2.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Filsafat Abad Pertengahan
Sejarah filsafat abad pertengahan dimulai kira – kira pada
abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476,
yakni masa berakhirnya kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan
munculnya kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang
Istambul), sebagai data awal abad pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua
Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.[1]
Pada masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa,
sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan
Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode Abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok
dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya
agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap
kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan.[2]
Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen
itu mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini
berbeda dengan pandangan Yunani Kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai
oleh kemampuan akal.
B.
Ciri Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan
erat antara agama kristen dan filsafat dilihat secara menyeluruh, filsafat abad
pertengahan memang merupakan filsafat kristiani. Oleh karena itu kiranya dapat
dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan
agama kristiani sebagai basisnya.[3]
Agama kristen menjadi problema kefilsafatan karena
mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini
berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat
dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.
Mengenai
sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua :[4]
- Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak mengakui wahyu.
- Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu akal dapat dibantu oleh wahyu.’
C. Periode – Periode pada Abad
Pertengahan
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi
menjadi dua periode yaitu zaman Patristik dan Zaman Skolastik.
1.
Zaman Patristik
Patristik berasal dari kata Patres (bentuk jamak dari pater)
yang berarti bapak – bapak, yang dimaksudkan adalah para Pujangga Gereja dan
tokoh – tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual
kekistenan.[5] Mereka khususnya mencurahkan
perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak
dapat menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan. Masa Patristik dibagi atas
Patristik Yunani (patristik timur) dan Patristik Latin (patristik barat).
Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain
Tertullianus (160 -222),Justinus, Clemens adri Alexandria (150-251), Origenes
(185-254),Gregorius dari Nazianza (330-390) Basilus Agung (330-379), Gregrius dari Nyssa
(335-394),Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius,Hyeronimus dan
Agustinus (354-430).
Tertulllianus,Justinus,Clemens dari Alexandria, dan Origenes
adalah pemikir – pemikir pada masa awal Patristik. Gregorius dari Nazianza,
Basilus Agung,Gregorius dari Nyssa,Dionysius Areopagita, dan Johanes Damascenus
dalah tokoh – tokoh pada masa Patristik Yunani. Sedangkan ambrosius,Hyeronimus,
dan Agustinus adalah pemikir – pemikir yang menandai masa keemasan Patristik
Latin.
Agustinus adalah seorang Pujangga gereja dan filsuf besar.
Setelah melewati kehidupan masa muda yang hedonistis, agustinus kemudian
memeluk agama Kristen dan menciptakan sebuah tradisi filsafat kristen yang
berpengaruh besar apada abad pertengahan.
Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran yang
meragukan kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan
bukti bahwa ada kebenaran. Menurut Agustinus Allah menciptakan dunia ex nihilo
(konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinos), artinya dalam
menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan bahan.[6]
Filsafat Patristik mengalami kemunduran sejak abad V hingga
abad VII. Di Barat dan Timur tokoh – tokoh dan pemikir – pemikir baru dengan
corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.
2.
Zaman Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad
ke-9. Kalau tokoh Patristik adalah pribadi – pribadi yang lewat tulisannya
memberikan bentuk apad pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh
zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah kerajaan dan
sekolah katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga
dari lingkungan universitas dan ordo – ordo biarawan.
Filsafat mereka disebut Skolastik
(dari kata Latin “Scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini
filsafat diajarkan dalam sekolah – sekolah, biara dan universitas – universitas
menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.
Tokoh – tokoh terpenting masa
Skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotes Eriugena (810-877),
Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura
(1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar
1205 – 1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308),Gulielmus
dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).
- Anselmus
Anselmus mengemukakan semboyan “Credo ut Intelligam”
yang artinya “ aku percaya agar aku
mengerti”. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai
alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu
suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filasafat. Dalam menjelaskan kedatangan
dan kematian kristus, Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan telah
digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia . hal ini merupakan penghinaan
bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan
menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian
keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi.
- Peter Abelardus
Peter Abelardus dianggap membuka kembali kebebasan berpikir
dengan semboyannya “intelligo ut credom” (saya paham supaya saya
percaya). Pemikiran Abelardus yang bercorak nominalismei ditentang oleh
gereja karena mengritik kuasa rohani
gereja. Dalam ajaran mengenai etika, Abelardus beranngapa bahwa ukuran etika
ialah hukum kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu
memiliki dosa asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan
kebajikan alam. Akal manusia sebagai pengukur dan penilai iman.
- Thomas Aquinas
Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan
wahyu. Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia
diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat
ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya
satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan.
Pengetahuuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa
mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi oleh Aristoteles,
melakukan pula pengristenan teori Aristoteles oleh aquinas yaitu pandangan
bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap aktif dan kreatif,
wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aquinas pria dan wanita memiliki jiwa
yang sama, hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama.
“Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam
sebagai suatu gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan
pengetahuan. Pandangan dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja
karena dianggap otoritas gereja. Bagi Occam “ bukan saja akal manusia tidak
akan dapat mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal yang menyerang segala ikrar
keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia sekali – kali tidak bisa
memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada
kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan dalam al-kitab”. Dengan demikian,
antara keyakinan yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber
pada akal harus dipishkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh
Paus, namun mendapat suaka dari Raja Louis IV.
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap :
1. Periode Skolastik Awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan
yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah
persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai
pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran. Pada periode ini,
diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi
tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat
didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara
“Realisme” dan “Nominalisme” sebagai
latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12 ada pemikiran teoritis mengenai filsafat
alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun
mendapat tempat.
2. Periode puncak perkembangan
Skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan Skolastik dipengaruhi oleh
Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Filsafat
Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran abad pertengahan .
Aristoteles diakui sebagai sang filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin
diterima,keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan
dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas – universitas pertama didirikan di
Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas
yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari
khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh – tokohnya adalah
Yohanes fidanza (1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas
(1225-1274). Hasil sintesis besar ini dinamakan Summa (keseluruha).
3. Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14 – 15 )
Periode Skolastik akhir abad ke-14 – 15 ditandai dengan
pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang
berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama
dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan
rasio memberi jawaban atas masalah – masalah iman mulai berkurang. Ada semacam
keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat
mempertanggungjawabkan ajaran gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
D.
Perkembangan filsafat Abad Pertengahan
Abad pertengahan ini
perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya
filsafat Yunani Klasik ke bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para
filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa Latin. Karangan para filsuf islam
menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun
filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astronomi
( Al-Khawarizmi), kedokteran (Ibn Sina), karya – karya Al-Farabi,
Al-Kindi,Al-Ghazali.
- Al-Kindi
Nama Al-Kindi adalah sebutan pada suatu suku yang menjadi
asal cikal bakalnya yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah
yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolongmemiliki
apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.[7]
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq
As-Shabban bin Imron bin Isma’il al asy’ad bin Qays al – kindi.lahir pada tahun
185 H (8021 M) di Kuffah. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada
masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Ar-rassyid dari Bani Abbas. Ayahnya
meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Pada masa kecilnya aL-Kindi
sempat merasakan masa pemerintahan Khlifah Harun Ar-Rassyid yang terkenal
kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim. Ilmu
Pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan. Pada masa
pemerintahan Ar-rassyid sempat didirikan lembaga yang disebut Bayt Al-hikmah
(Balai Ilmu Pengetahuan). Pada waktu Al-Kindi berusia 9 tahun Ar-Rassyid wafat
dan pemerintahan diambil oleh putranya Al-Amin
yang tidak melanjutkan usaha ayahnya Ar-Rassyid untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H) kemudian saudaranya al-Makmun
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H) ilmu pengetahuan
berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masa
pemerintahan Al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu – ilmu keislaman dan
ilmu – ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah Al-Kindi menjadi
sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan
kitab – kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap
pikiran – pikiran pada filosuf Yunani. Al-Kindi mendapat pendidikan di Bashrah.
Tentang siapa guru – gurunya tiak
dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyelsaikan
pendidikannya di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat. Ia banyak
menguasai berbagai macam ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu
ketabiban (kedokteran), filsafat,ilmu hitung, manthiq (logika), geometri,
astronomi dan lain – lain. Pendeknya ilmu – ilmu yang berasal dari Yunani juga
ia pelajari dan sekurang – kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala
itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku – buku Yunani yang
telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Suryani inilah Al- Kindi menterjemahkan ke
dalam bahasa Arab.[8]
Karya Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah – makalah.
Tapi amat banyak karangan – karangan al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan
ketelitian dan kecermatannya dalam memberikan batasan – batasan makna istilah –
istilah yang digunakan dalam terminologi ilmu filsafat.[9]
Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat –
pendapat Aristoteles, dalam psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang
etika ia mengambil pendapat – pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadian
Al-Kindi sebagai filosuf muslim tetap bertahan. Tidak sesuai dengan apa yang
dikatakan orang – orang.
- Al-Razi
Nama Latin Al-Razi ada;ah Abu Bakar Muhammad Zakaria bin
yahya Al-razi, ia lahir di Rayy pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Pada masa
mudanya, ia menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain musik (kecapi).
Kemudian, ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan
meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen - eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu, ia
beralih dan mendalami ilmu kedokteran (obat-obatan) tak heran jika di kota
kelahirannya ia dikenal dokter sehingga karena reputasinya dibidang kedokteran
ini, Al-razi pernah diangkat menjadi kepala rumah sakit. Kemasyhuran Al-razi
sebagai seorang dokter tidak saja di Dunia Timur tapi juga di Barat, ia kadang
– kadang dijuluki The Arabic Galen. Setelah khalifah Al-Muktafi wafat, Al-Razi
kembali ke Rayy dan kemdian ia berpindah – pindah dari satu negeri ke negeri lain. Meninggal dunia pada tanggal
5 Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M sampai beliau meninggal sakit butanya belum
dapat disembuhkan.[10]
- Al-Farabi
Al-farabi mempunyai nama Latin, Abu Nashr Ibn Audgh Ibn
Thorban Al-farabi, sebenarnya nama ini diambil dari nama kota. Beliau lahir di
Transoxia, pada tahun 874 M (260 H) di wilayah Wasij di Turki. Ayahnya adalah
seorang tentara yang miskin, tetapi semua itu tidak mengahalanginya untuk
menimba ilmu di Baghdad.
Al-farabi terdidik dengan sifat qanaah (sederhana). Sifat
itu menjadikan beliau seorang yang amat sederhana, tidak gila akan harta dan
tidak cinta dunia. Beliau lebih menumpukkan perhatian untuk mencari ilmu
daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam
keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 950
M (339 M).
Meskipun beliau zuhud namun beliau bukanlah seorang sufi.
Beliau merupakan seorang ilmuan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia
berkemampuan menguasai berbagai bahasa. Selain itu dia juga merupakan seorang
pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung
kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain musik, beliau
juga telah mencipta satu jenis alat musik yang dikenal sebagai gambus.
Bukan hanya itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan
yang mendalam dalam bidang perubatan, sains,matematik,dan sejarah. Namaun,
ketrampilannya sebagai seorang ilmuan yang terulung lebih dalam bidang
falsafah. Bahakan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falasafah islam
yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi
perhatian dari Raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah – sekolah
dan perekrutan guru dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di
sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar
(diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua,
diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art)
yang dibagi menjadi dua :
1.
Gramatika, retorikadan dialektika (trivium)
2.
Aritmatiak,geometri,astronomi dan musik (quadrivium).
Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku – buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa
pembentukan kebudayaan barat dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat
Skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban kristen. Peradaban kristen
menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad
pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, banguna bercorak gothik
sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja.
Filsafat Yunani telah mencapai
kejayaannya sehingga melahirkan peradaban Yunani dan menjadikan titik tolak
peradaban manusia di dunia. Filsafat Yunani telah menyebar dan mempengaruhi di
berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi, karena Romawi merupakan
kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Bangsa Romawi yang semula
beragama kristen dan kemudian kemasukan filsafat merupakan suatu formulasi baru
yaitu agama berintegrasi dengan filsafat, sehingga muncullah filsafat Eropa
yang tak lain penjelmaan dari filsafat Yunani.
Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492
M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof
dalam berpikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang
karena semuanya diatur oleh doktrin – doktrin gereja yang berdasarkan
keyakinan. Apabila terdapat pemikiran – pemikiran yang bertentangan dari
keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan
dihukum berat sampai pada hukuman mati. [11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan sebagai abad
kegelapan karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga
ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur
oleh doktrin – doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat pemikiran
– pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof
tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati.
Secara garis besar filsafat abad petengahan dapat dibagi
menjadi dua periode yaitu : periode Scholastik Islam dan Periode Scholastik
kristen. Pada scholastik islam-lah yang pertama mengenal filsafatnya
Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang – orang
Barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles.
Para ahli pikir islam (scholastik Islam) yaitu Al-Kindi,
Al-farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lain – lain. Mereka itulah
yang memberi sumbangan sangat besar bagi para filosof Eropa yang menganggap
bahwa filsafat Aristoteles, Plato dan Al-Qur’an adalah benar. Namun dalam kenyataannya
bangsa Eropa tidak mengakui atas peranan ahli pikir islam yang mengantarkan
kemodernan bangsa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens,
2010, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta, Kansius
Bakry,H.
1991.Disekitar Filsafat Skolastik Kristen,Jakarta:Firdaus
Hanafi,A.1983.Filsafat
Skolastik.Jakarta:Pustaka Alhusna
Maksum,Ali.2010.Pengantar
Filsafat.Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Mustansyir,Rizal.2009.Filsafat
Ilmu.Yogyakarta:Pustaka Belajar Offset.